“As long as there was coffee in the world, how bad things could be?” - Cassandra Clare, City of Ashes
- Toples aneka macam biji kopi - Dok. Pribadi
Dahulu, saya bukanlah penikmat kopi. Kalau pun saya
menikmatinya, hanya karena unsur keterpaksaan: saya harus lembur dan melek
sampai pagi. Pengetahuan saya tentang secangkir kopi sangatlah dangkal. Hanya
terbatas pada kopi sebagai obat anti ngantuk dan rasanya pastilah pahit.
Kalaupun saya minum kopi, barang itu pastilah berasal dari bubuk instan
minimarket. Bukan asli dari biji kopi yang di roasting.
- Secangkir kopi - Photo Source here
Wah akhirnya saya bisa menulis kata 'roasting' dengan benar!
Tak ada ruginya ternyata belakangan ini saya ngotot minum kopi yang asli kopi.
Ngotot ingin terlihat mengerti kopi walaupun kapasitasnya baru naik 15% dari
ujung kedangkalan tadi. Hehe.
Mari saya perkenalkan tempat dimana saya belajar mengenal
kopi tersebut.
- Selamat datang! - Dok. Pribadi
Ini adalah Arrupe Huis. Menurut pencarian singkat melalui
Google, Arrupe Huis berasal dua kata atau nama yang digabungkan. Adalah Arrupe yang berasal dari Romo Pedro Arrupe, seorang pendiri kedua pada serikat Yesus yang dikenal sebagai orang yang mempunyai kedalaman rohani yang baik dan berkomitmen terhadap keadilan sosial. Huis sendiri memiliki beberapa pengertian antara lain: pendapat, tertutup ataupun rumah. Jadi secara keseluruhan, dan jika saya tidak salah, maka Arrupe Huis berarti rumah bagi seseorang yang memiliki watak dan tabiat mulia seperti Arrupe.
- Arrupe Huis yang dikepung oleh lusinan pohon jati - Dok. Pribadi.
Namun bukan hal itu yang akan saya bahas. Di bangunan inilah
anda akan menemui sang Seniman Kopi, Mas Pepeng. Dokter kopi yang membuka
kliniknya setiap hari mulai pukul 19.00 - 22.00 (kecuali Minggu) ini, menamai dirinya sendiri
sebagai seorang story teller. Dia menyembuhkan pasien 'anti kopi' macam saya
melalui cerita-cerita menariknya tentang sebuah biji kopi. Membuat saya
tersihir sejenak hingga akhirnya rela mengikhlaskan lidah saya untuk mencicipi
kopi racikannya. Well, ternyata kopi itu tak sehitam tampangnya. Ada beberapa yang memberikan kesan manis diakhir tegukan seperti biji kopi Takengon atau Wamena. Walau saya masih dalam level racikan ringan, setidaknya sedikit ilmu ini menyulut cita-cita baru dalam diri saya: saya harus sampai pada level espresso! Suatu saat nanti! Pasti!
- Mas Pepng, Sang Seniman Kopi - Dok. Pribadi.
Tak lengkap rasanya berkisah tentang sang Seniman Kopi tanpa
membahas tempat prakteknya yang lebih sering dikenal dengan nama Klinik Kopi. Bangunan ini terletak di Jl.Affandi dan sangat mudah diakses melalui Gang yang berada di Selatan toko buku Toga Mas. Untuk ukuran sebuah warung kopi, Arrupe Huis langsung mencuri perhatian sejak pertama
kali saya menginjakkan kaki dihadapannya. Berdiri dilahan seluas kira-kira 6000 meter persegi,
Arrupe Huis sebenarnya merupakan bangunan milik Universitas Sanata Dharma. Fungsi aslinya sebagai tempat penangkaran jenis burung oleh Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSL) kampus tersebut. Namun bentukan arsitektur uniknya yang dibingkai
oleh pepohonan jati, membuat Arrupe Huis kerap digunakan sebagai ajang pameran
kegiatan seni ataupun ruang diskusi terbuka.
- Suasana ramah tamah para penikmat kopi - Dok. Pribadi.
Akhir kata, rasanya kurang lengkap jika saya tidak merekomendasikan tempat ini untuk Anda ketika berkunjung ke Yogyakarta. Selain belajar mengenai keindahan arsitekturnya, belajar mengetahui lebih dalam karakter masing-masing biji kopi tidak ada salahnya. Sekaligus berkenalan dan ngobrol ngalor ngidul dengan sang roaster master. Atau bisa pula menambah kawan maupun komunitas dari sedikit cakap-cakap dengan para penikmat kopi lainnya. Semuanya boleh dan halal dilakukan.
Asal jangan pernah tambahkan gula, susu atau krimer ke dalam cangkir kopi Anda. Karena sebaiknya, ketiga unsur itu tidak berteman dulu dengan si kopi. Untuk hasil yang sebenar-benarnya. Untuk menikmati rasa kopi yang sesungguhnya. :)
Ziarah Arsitektur, Jl.Affandi, Yogyakarta, 2014
0 komentar:
Posting Komentar